Kode Etik Jurnalistik
Untuk menjamin
kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,
wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode
Etik Jurnalistik:
Wartawan Indonesia
bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Penafsiran
- Independen berarti memberitakan
peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
- Akurat berarti dipercaya benar
sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
- Berimbang berarti semua pihak
mendapat kesempatan setara.
- Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang
profesional adalah :
- menunjukkan identitas diri
kepada narasumber;
- menghormati hak privasi;
- tidak menyuap;
- menghasilkan berita yang
faktual dan jelas sumbernya;
- rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
- menghormati pengalaman
traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
- tidak melakukan plagiat,
termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
- penggunaan cara-cara tertentu
dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan
publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia
selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
- Menguji informasi berarti
melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan
ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah
pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif,
yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
- Asas praduga tak bersalah
adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia
tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
- Bohong berarti sesuatu yang
sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai
dengan fakta yang terjadi.
- Fitnah berarti tuduhan tanpa
dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
- Sadis berarti kejam dan tidak
mengenal belas kasihan.
- Cabul berarti penggambaran
tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan
yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
- Dalam penyiaran gambar dan
suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan
suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia
tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
- Identitas adalah semua data dan
informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk
melacak.
- Anak adalah seorang yang
berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia
tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
- Menyalahgunakan profesi adalah
segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang
diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan
umum.
- Suap adalah segala pemberian
dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi
independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia
memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
- Hak tolak adalah hak untuk
tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
- Embargo adalah penundaan
pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
- Informasi latar belakang adalah
segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan
tanpa menyebutkan narasumbernya.
- Off the record adalah segala
informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau
diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia
tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
- Prasangka adalah anggapan yang
kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
- Diskriminasi adalah pembedaan
perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia
menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Penafsiran
- Menghormati hak narasumber
adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
- Kehidupan pribadi adalah segala
segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan
kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia
segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat
disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
- Segera berarti tindakan dalam
waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak
luar.
- Permintaan maaf disampaikan
apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia
melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
- Hak jawab adalah hak seseorang
atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
- Hak koreksi adalah hak setiap
orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers,
baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
- Proporsional berarti setara
dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran
kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan
pers.
Jakarta, Selasa, 14
Maret 2006
(Kode
Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor:
6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor
03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers)