Pajak Rokok Elektrik Mulai Diberlakukan Sebesar 10% sesuai PMK No. 143 tahun 2023. |
Jakarta - Mulai 1 Januari tahun 2024 ini, pemerintah secara resmi telah menetapkan pengenaan pajak atas rokok elektrik melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143 Tahun 2023. Menurut PMK Nomor 143 Tahun 2023, pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah pusat terhadap rokok. Rokok yang dimaksud dalam PMK tersebut adalah jenis rokok elektrik.
Pajak rokok merupakan hal yang berbeda dengan cukai rokok. Dengan adanya aturan terbaru ini, rokok akan dikenakan dua jenis pungutan yaitu cukai dan pajak. Walaupun cukai rokok dan pajak rokok merupakan pungutan yang berbeda, menurut Pasal 2 ayat (5) PMK Nomor 143/2023, pemungutan pajak rokok akan dilakukan oleh kantor bea dan cukai berbarengan dengan pemungutan cukai rokok.
Penerbitan PMK Nomor 143 Tahun 2023 merupakan upaya pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat. Melalui PMK ini pemerintah juga berharap dukungan para pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya pelaku usaha rokok elektrik untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
Pemberlakuan pajak rokok elektrik ini juga menjadi bentuk komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukannya pengenaan cukai di pertengahan tahun 2018.
Pengenaan pajak rokok elektrik juga merupakan upaya pemerintah untuk menjaga level playing field (kondisi lapangan usaha yang rata) antara rokok konvensional dengan rokok elektrik. Dengan adanya pajak rokok elektrik diharapkan dapet meningkatkan aspek keadilan, mengingat produksi rokok konvensional yang melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik yang sudah dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014.
Adapun menurut data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai rokok elektrik pda tahun 2023 hanya sebesar Rp1,75 T atau sebesar 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam satu tahun. Akan tetapi, sejatinya cukai dan pajak rokok bertujuan untuk membatasi konsumsi rokok di masyarakat.
Sebanyak 50% dari penerimaan pajak rokok ini diatur penggunaannya untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum terkait peredaran rokok illegal. Pajak rokok yang diterima oleh provinsi dan di bagi hasilkan ke kabupaten/kota turut berkontribusi pada program jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
Adapun, kontribusi pajak rokok terhadap program jaminan kesehatan ditetapkan sebesar 37,5% dari realisasi penerimaan yang bersumber dari pajak rokok. Oleh karena itu, mulai 1 Januari 2024 ini sebagian pajak rokok yang dipungut atas rokok elektrik juga akan digunakan untuk mendukung program jaminan kesehatan. (Ris)