Foto bersama Maryono SE MM, Bachtiar Effendi SH MH, DR IR Willy M Yoseph MM, Suwarta AiP SH, IR H Muhammad Mahyudin, Drs Jurianson Jata. |
Jakarta - Persoalan para oknum aparat hukum yang kerap melakukan praktik-praktik ilegal dan menyalahgunakan kewenangannya kembali terungkap. Hal itu disampaikan Richard William melalui siaran pers nya di Jakarta, Senin (30/01/2023).
Richard mengungkapkan pada fakta hukum persidangan tanggal 16 Januari 2023 dan tanggal 25 Januari 2023, di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah diungkap para tergugat mengakui bahwa kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Muhammad Mahyudin memang murni korban dari mal administrasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum jaringan mafia tambang.
"Muhammad Mahyudin mantan kader PDIP murni memang korban dari mal administrasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum jaringan mafia tambang," ujar Richard William.
Hal itu kata Richard dapat dilihat dari struktur rangkaian perkara dan alat bukti yang dihadirkan didalam persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta oleh Para Tergugat (Ditjen AHU dan PT. TGM).
"Herannya lagi! Masih dalam proses perkara, Ditjen AHU Kemenkumham RI, sebagai pihak Tergugat I (satu) berani melakukan tindakan hukum baru, dengan cara melakukan perubahan data yang masih dalam proses perkara, atas permintaan dari Tergugat II (dua) Intervensi (PT. TGM)," bebernya.
Lebih rinci, Richard menerangkan bahwa, "Perbuatan hukum seperti ini sangat disayangkan! Dikarenakan Ditjen AHU Kemenkumham dipimpin oleh menteri dari PDI Perjuangan, dan korbannya juga kader PDI Perjuangan," tegasnya.
Dia menyebut mafia tambang yang sudah terstruktur birokrasinya, mulai dari Tingkat penyidikan, penuntutan, peradilan merupakan bobroknya supremasi hukum di Indonesia.
"Tidak heran bila Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan kalimat bahwa dampak dari Industrialisasi hukum yang benar bisa dijadikan salah, dan yang salah bisa dijadikan benar, tentunya karena moral dan birokrasi penegak hukum sudah bobrok," paparnya.
Lanjut dia, ini merupakan bukti! Bahwa pengadilan bisa dijadikan alat untuk melegalisasi surat-surat palsu oleh mafia tambang, dan dijadikan dasar sebagai alat untuk merampok dan atau menguasai hak milik dari orang lain secara ilegal.
Richard menilai gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta akan membuka tabir kebenaran sesungguhnya.
Selain menggugat perkara fakta - fakta di Tata Usaha Negara, Richard juga mengatakan telah melakukan laporan kepolisian berdasarkan Laporan Polisi di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/5676/XI/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA, Tanggal 07 November 2022, dan Laporan Polisi Nomor : LP/B/0672/XI/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, Tanggal 23 November 2022.
"Terungkap fakta dugaan petinggi Polri FS Cs terlibat jaringan mafia tambang di Kalimantan Tengah. Mengingat FS sudah mengetahui bahwa akta dan surat yang dijadikan dasar laporan tersebut adalah palsu, didasarkan fakta-fakta, dan bukti baru yang telah dipaparkan di Persidangan TUN Jakarta. Dan akta dasar laporan polisi tersebut (locus delicti dan tempus delicti) hingga kini masih dalam proses hukum di Bareskrim Mabes Polri sejak tanggal 26 Juni 2018 yang belum juga ada penetapan tersangka bahkan berkasnya belum bisa dilimpahkan ke kejaksaan serta pengadilan, untuk dilakukan uji kebenaran materi secara hukum, supaya mendapatkan keputusan hukum apakah akta tersebut sah atau tidak," ulasnya.
Dia berharap semoga dengan adanya Kunjungan dari anggota DPR-RI Komisi VII (Pertambangan) dari Fraksi Partai PDI Perjuangan Dr Willy Midel Yosep bisa menjadi harapan baru bagi korban mafia tambang, untuk segera dibebaskan Muhammad Mahyudin demi hukum. (Rds)