Jakarta - Sosok perempuan yang disebut-sebut menangis setelah mengunjungi rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, masih menjadi misteri.
Perihal perempuan menangis itu pertama kali diungkap oleh mantan ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E.
Namun, belakangan Sambo membantah keterangan Richard. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) tersebut justru curiga ada pihak yang menyuruh Richard untuk mengarang cerita.
Sambo juga bersikukuh mengatakan bahwa motif penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J adalah karena kekerasan seksual yang terjadi pada istrinya, Putri Candrawathi.
Lantas, keterangan siapa yang bisa dipercaya? Benarkah pernah ada wanita menangis di rumah Sambo yang terkait dengan pembunuhan Yosua?
Pengakuan Richard Eliezer
Sosok perempuan menangis di rumah Ferdy Sambo pertama kali diungkap oleh Richard Eliezer ketika hadir sebagai saksi dalam sidang pembunuhan berencana dengan terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf, Rabu (30/11/2022).
Richard mengungkap, suatu hari sekitar sebulan sebelum penembakan Yosua, dirinya, Brigadir J, dan ajudan Sambo yang lain bernama Mathius diminta untuk mengawal Putri Candrawathi dari rumah di Jalan Saguling menuju rumah di Jalan Bangka, Jakarta Selatan.
Namun, ketika itu rombongan Richard, Yosua, Putri, dan Mathius tak langsung menuju ke rumah Bangka. Mereka berputar-putar dulu di daerah Kemang yang tak jauh dari rumah.
Begitu tiba di rumah Bangka, Richard mengaku melihat raut wajah Putri berubah menjadi marah. Tak lama, Ferdy Sambo tiba di rumah itu, dia juga tampak marah.
"Pada saat sampai di kediaman Bangka, Ibu (Putri) turun kayak lagi marah, jadi saya juga tidak berani nanya,” kata Richard dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu.
“Mungkin setengah jam kemudian Pak FS (Ferdy Sambo) pulang,” katanya.
Richard bilang, ketika itu dirinya dan beberapa ajudan Sambo yang lain menunggu di luar rumah atas permintaan Yosua. Sementara, ajudan yang berada di dalam rumah hanya ada Yosua dan Mathius.
Selang beberapa jam kemudian, Richard mengaku melihat perempuan keluar dari rumah tersebut. Richard mengaku tak mengenal perempuan itu, tetapi dia tampak menangis.
"Kita enggak tahu ada kejadian apa di dalam, sekitar 1-2 jam tiba-tiba ada orang keluar dari dalam rumah. Kan pagar di tutup, jadi dia ketuk dari dalam pagar. Terus, aku bukain pagar. Terus, saya lihat ada perempuan, Yang Mulia,” kata Richard.
“Saya tidak kenal, Yang Mulia, perempuan itu nangis. Saya tidak ada waktu dia datang, perempuan itu cari driver-nya dia. Saya lari ke samping, saya panggil driver-nya,” ujarnya.
Tak lama, perempuan tersebut pergi meninggalkan rumah Bangka bersama sopirnya menggunakan mobil Pajero berwarna hitam.
Menurut Richard, sejak kejadian itu, Sambo lebih sering berada di rumah pribadinya di Jalan Saguling ketimbang Jalan Bangka.
“Dari situ, Yang Mulia, semenjak kejadian itu Pak FS sudah lebih sering (tinggal) di Saguling,” kata Richard lagi.
Dibantah
Namun, keterangan Richard Eliezer itu langsung dibantah oleh Ferdy Sambo. Mantan jenderal bintang dua Polri itu bilang, keterangan Richard tidak benar dan merupakan hasil rekayasa.
"Tidak benar keterangan dia itu, ngarang-ngarang," kata Sambo saat ditemui awak media di luar ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (06/12/2022).
Sambo mengeklaim, motif pembunuhan Brigadir J semata dikarenakan kekerasan seksual terhadap istrinya. Dia menampik ada perselingkuhan dalam rumah tangganya.
"Jelasnya, istri saya kan diperkosa sama Yosua. Tidak ada motif lain, apalagi itu perselingkuhan," ujar Sambo.
Sambo mengaku bakal menanyakan keterangan Richard itu langsung di persidangan. Dia menduga ada orang yang menyuruh Richard membuat keterangan seolah-olah motif pembunuhan bukan karena pelecehan seksual.
"Kita juga tanyakan di persidangan, siapa yang nyuruh dia ngarang-ngarang seperti itu," imbuh Sambo.
Petunjuk
Sementara, menurut pengacara Brigadir J, Martin Simanjuntak, perempuan yang menangis keluar dari rumah Ferdy Sambo itu bisa jadi berkaitan dengan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Oleh karenanya, menjadi tugas hakim untuk menggali lebih dalam perihal ini dan memastikan kebenaran keterangan Richard Eliezer maupun Ferdy Sambo.
"Makanya saya bilang, hakim perlu menggali keharmonisan di dalam tanda petik di persidangan itu apakah rekayasa atau fakta. Kalau tidak fakta berarti diduga itu ada hubungannya dengan motif kembali mengenai perempuan," kata Martin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (01/12/2022).
"Siapa perempuan itu? Yang gosipnya kan ada si cantik yang berseragam cokelat, nah apakah dia Eliezer tidak tahu, bisa saja dia kan?" tuturnya.
Menurut Martin, penting bagi hakim untuk memeriksa seluruh pihak yang terkait dengan kejadian perempuan menangis di rumah Sambo. Hal ini untuk mengetahui motif pembunuhan berencana terhadap Yosua.
"Ya sesuai dengan KUHAP saksi di BAP bisa dipanggil dihadirkan, agar bisa menerangkan membuat peristiwa pidana tersebut semakin terang," ucap dia.
Lima Tersangka
Adapun dalam kasus ini, lima orang didakwa terlibat kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP. (Jes)