Jakarta - Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar diusut pasal berlapis terkait dugaan penyelewenangan dana kompensasi bagi ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
ACT diduga menyelewengkan dana sosial Rp 138 miliar keluarga korban Lion Air JT-610. Adapun ancaman hukumannya 20 tahun penjara.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan bahwa Ahyudin dan Ibnu Khajar diduga kuat melakukan tindak pidana penggelapan hingga pencucian uang dalam kasus tersebut.
"Dugaan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (09/07).
Dalam kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Ancaman pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000," pungkasnya.
Bareskrim Polri menyatakan kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Saat ini juga belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Dugaan Dana Digunakan Untuk Kepentingan Pribadi
Dana yang berhasil dikumpulkan itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Ahyudin dan Ibnu Khajar patut diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing, berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.
"Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," jelas Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan bahwa kepentingan pribadi yang dimaksudkan memakai dana sosial untuk kepentingan pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina hingga staff di yayasan ACT.
"Pihak yayasan ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden Ahyudin dan wakil Ketua Pengurus/vice presiden," beber Ramadhan.
Ia menjelaskan ACT tak pernah mengikutisertakan ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial atau CSR yang disalurkan oleh Boeing.
"Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut," pungkas Ramadhan.
Ahmad Ramadhan mengatakan petinggi ACT datang menemui ahli waris korban agar direkomendasikan mengelola dana dari Boeing.
"Pasca kejadian kecelakaan tersebut, para ahli waris korban dihubungi oleh pihak yang mengaku dari yayasan ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR tersebut dikelola oleh pihak yayasan ACT," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (09/07).
Ia menyampaikan bahwa ACT membawa nama yayasannya yang telah bertaraf internasional untuk mengelola dana tersebut dari pihak Boeing.
Setelah itu, Boeing pun sepakat menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Dalam hal ini, Boeing memberikan dua kompensasi atas kecelakaan tersebut.
Yakni santunan tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar US$144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar dan bantuan non tunai berupa CSR.
"Dimana dana sosial atau CSR diperuntukan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban," jelasnya.
Namun, kata Ramadhan, pihak Yayasan ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban.
"Termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT)," pungkasnya.
10 Hingga 20 Persen Dana Umat Dipangkas
ACT memangkas hingga 20 persen dari hasil donasi yang dikumpulkan setiap bulannya.
Sehingga uang yang bisa dikantongi ACT bisa mencapai Rp 12 miliar setiap bulannya.
Brigjen Ahmad Ramadhan menyampaikan bahwa ACT mampu mengumpulkan uang donasi hingga Rp 60 miliar setiap bulannya. Uang tersebut yang diduga dipangkas oleh pengurus ACT.
"Donasi-donasi tersebut terkumpul sebanyak sekitar Rp 60.000.000.000 setiap bulannya dan langsung dipangkas atau dipotong oleh pihak Yayasan ACT sebesar 10 persen sampai dengan 20 persen atau Rp 6.000.000.000 sampai dengan Rp 12.000.000.000," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (09/07).
Ramadhan menjelaskan jumlah itu didapatkan ACT dari hasil mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat.
Diantaranya, Donasi Masyarakat Umum, Donasi Kemitraan Perusahaan Nasional dan Internasional, Donasi Institusi/Kelembagaan Non Korporasi dalam Negeri maupun Internasional, Donasi dari Komunitas dan Donasi dari anggota lembaga.
Ia menuturkan uang hasil pemangkasan ACT itu dipakai untuk keperluan pembayaran gaji pengurus hingga dana operasional yayasan.
"Untuk keperluan pembayaran gaji pengurus, dan seluruh karyawan sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut," pungkasnya. (Jon)