Jakarta - Kontroversi hasil supervisi calon Bintara Polri, Fahrifadillah Nur Rizky (21) masih berlanjut.
Fahri mulai membeberkan bukti bahwa dirinya tidak buta warna.
Biro SDM Polda Metro Jaya sebelumnya menyatakan Fahri tidak memenuhi syarat karena buta warna parsial.
Fahri dicoret saat hendak mengikuti pendidikan Bintara Polri setelah dinyatakan lolos seleksi tahap I.
Tak hanya itu, Anggota Komisi I DPR RI Hillary Brigitta Lasut vokal menyuarakan permasalahan Fahri yang disebut gagal karena buta warna.
Dalam postingan akun Instagram terbarunya, Hillary kembali menjelaskan alasan dia membela Fahri dalam kasus ini.
Politisi Nasdem tersebut mengklaim bahwa hasil pemeriksaan dokter terkait tes buta warna Fahri di 2 rumah sakit, yakni RS Moh Ridwan Meuraksa dan RS Harapan Bunda menyatakan siswa itu tak menyintas permasalahan di matanya.
"Banyak yang bertanya kenapa saya membantu Fahri Fadilah sampai merepost. Ketika di diagnosa mengidap suatu penyakit, pada umumnya dokter akan menyarankan untuk mencari second opinion atau opini kedua, bisa berupa pemeriksaan ke dokter lain. Dalam kasus Fahri, salah satunya dari RS Militer dan dari sentra mata menyatakan hasil pemeriksaan tidak buta warna. Begitu juga dengan hasil test dan hasil supervisi sebelum pengumuman kelulusan," tulis Hillary sambil mengunggah bukti surat hasil pemeriksaan mata Fahri, Rabu (01/06/2022).
Hillary menyebut diagnosis itu merupakan pembanding yang kompeten untuk mengubah hasil tes buta warna Fahri agar dapat dipertimbangkan.
Sebab, menurut Hillary dalam dunia medis satu diagnosa perlu dibandingkan dengan hasil tes lainnya untuk membuktikan penyakit yang diderita Fahri.
"Karena di dunia kesehatan sangat disarankan mencari second opinion," imbuhnya.
Sebut Fahri Memiliki Kapabilitas
Kelulusan Fahri pada seleksi Bintara Polri dengan menempati ranking ke-35 dari 1.200 membuktikan pemuda asal Jakarta Timur itu sangat memiliki kapabilitas yang mumpuni.
Ia menyebut jika argumentasi polisi soal kemungkinan Fahri lolos tes buta warna karena sudah menghafal buku tes sangat janggal sebab untuk melewati tahap itu bukanlah hal yang mudah.
"Ranking 35/1200 membuktikan ia sebenarnya sangat capable, dan secara logika, argumentasi dimana ada dugaan menghafal jawaban test itu agak kurang bisa diterima, karena saya yakin test kesehatan mata ada standarisasi tertentu yang tidak akan semudah itu dihafal," ujarnya.
"Apabila dugaan menghafal jawaban test tidak dapat dibuktikan beyond reasonable doubt, seharusnya tidak itu tidak merubah nasib seseorang," kata Hillary.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menduga Fadillah lulus seleksi tahap pertama karena telah menghafal soal tes buta warna.
Sehingga ia sudah hafal kisi-kisi atau poin penilaian yang mana dirinya lolos tes bukan karena hasil tes tetapi menghafal.
"Kemungkinan terbesar yang bersangkutan belajar tentang buta warna, dia menghafal," jelas Kabid Dokkes Polda Metro Jaya Kombes Didiet Setioboedi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (30/5/2022).
Dugaan itu menguat karena Fadillah diketahui sudah 3 kali ikut seleksi Bintara Polri sejak 2019.
Ketiga seleksi itu menyatakan Farih tidak lulus dengan masalah kesehatan berupa buta warna parsial.
Didiet menegaskan, berdasarkan pengalaman tes itu menjadi acuan pelajaran oleh Fadillah.
Didiet menyebut, kuat dugaan Fadillah sudah mempelajari buku tes buta warna sehingga bisa lulus seleksi tahap I.
Terlebih, buku tes buta warna beredar bebas di pasaran sehingga memungkinkan orang mempelajarinya untuk keperluan tes atau akademi.
Polda Metro Jaya
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, satu di antara persyaratan untuk masuk Bintara Polri adalah sehat jasmani dan rohani.
Hal itu manjadi syarat mutlak tiap bagi calon anggota Polri.
Zulpan menyebut, syarat kesehatan menjadi mutlak karena berpengaruh pada kinerja polisi saat bertugas.
"Karena dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Jadi jika ada anggota Polri yang memiliki kelainan kesehatan buta warna parsial," kata Zulpan saat dihubungi, Selasa (31/5/2022).
Zulpan mencontohkan, apabila polisi ditugaskan di satuan lalu lintas, maka anggota yang memiliki masalah buta warna akan berdampak fatal.
Sebab dikhawatirkan anggota itu bisa saja merugikan masyarakat ketika tak bisa membedakan warna di rambu lalu lintas atau tanda-tanda lain.
"Dalam tugasnya di lapangan contoh jika dia bertugas mengatur arus lalu lintas, maka tidak bisa membedakan atau melihat perbedaan lampu, merah, kuning hijau. Itu bisa berdampak pada keselamatan yang bersangkutan dan masyarakat dan banyak hal lain yg bisa ditimbulkan. Ini syarat mutlak," jelas Zulpan.
Zulpan kembali menegaskan, lolosnya Fadillah saat tes kesehatan mata dikarenakan yang bersangkutan menghapal buku tes buta warna.
Kesimpulan ini didapat saat panitia melakukan supervisi sebelum Fadillah mengikuti pendidikan di SPN Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
"Khusus untuk kasus Fadillah ini Polda Metro pada prinsipnya terbuka atas kritikan dari calon peserta seleksi. Tapi perlu diketahui juga Fadillah ini sudah kami jelaskan sebelum persoalannya viral, dia juga sudah dipanggil tim supervisi dan temukan permasalahan buta warna itu," terang Zulpan. (Jon)