Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) |
Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) soroti proses penunjukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terhadap 5 orang penjabat gubernur dan nantinya beberapa wali kota hingga bupati yang akan habis masa jabatannya.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menduga, penunjukan Tito tersebut dianggap tidak melalui uji pemeriksaan terkait rekam jejak siapapun untuk menduduki posisi penjabat publik.
"Prosedur ideal menghendaki adanya pemeriksaan latar belakang atau rekam jejak siapapun yang hendak menduduki jabatan publik," kata Anandar dalam konferensi pers bertajuk 'Menolak Konflik Kepentingan dan Pembangkangan Hukum dalam Pemilihan Penjabat Kepala Daerah' melalui kanal Youtube Kontras pada Jumat (27/05).
"Kemendagri seharusnya menyaring dan mencegah agar orang-orang yang memiliki latar belakang bermasalah tidak memegang jabatan publik tertentu agar menghadirkan sosok berintegritas untuk memimpin suatu daerah yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat," imbuhnya.
Pemeriksaan rekam jejak terhadap penjabat kepala daerah, kata Anandar, penting dilakukan untuk menghindari politik partisipan segelintir orang.
"Mencegah kesewenang-wenangan, melindungi hak asasi manusia dan menghindari disfungsional lembaga," ucap Anandar.
Dalam semangat reformasi birokrasi pun menghendaki adanya penguatan kelembagaan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas organisasi. Sehingga, kata Anandar, bisa mendapatkan kepercayaan publik.
"Sayangnya proses-proses ideal tersebut tidak dilalui sama sekali oleh mendagri dalam menentukan Penjabat Kepala Daerah," ucap Anandar
Anandar pun menyayangkan, tidak dilibatkannya publik dalam proses penunjukan sejumlah penjabat Gubernur. Apalagi, publik juga tidak mengetahui sama sekali siapa calon yang akan mengisi jabatan publik tersebut.
"Kelima penjabat gubernur tiba-tiba dilantik tanpa proses terbuka dan demokratis. Selain itu, proses semacam ini bertentangan dengan merrit system yang menghendaki posisi harus diisi oleh kompetensi, kualifikasi dan kinerja," ungkap Anandar.
"KontraS dan ICW menilai bahwa penunjukan kepala daerah yang dilakukan ini telah bertentangan dengan semangat good governance yang menghendaki adanya accountability, participation, predictability and transparency," katanya. (Ris)